BAB III
PEMBAHASAN
1.
Gambaran
Umum Kecamatan Berastagi
Berastagi
merupakan sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera
Utara. Jarak Kecamatan ini dengan pusat pemerintahan kabupaten sendiri yakni
Kabanjahe adalah 10 km, dengan ibukota provinsi yakni Medan adalah 65 km.
Sementara jarak ke desa/kelurahan yang terjauh adalah 9 km. Secara
administratif Kecamatan Berastagi terdiri dari 5 desa swasembada yakni Desa
Doulu, Desa Sempa Jaya, Desa Rumah Berastagi, Desa Guru Singa dan Desa Raya
serta 4 daerah kelurahan yakni Kelurahan Gundaling I, Kelurahan Gundaling II,
Kelurahan Tambak Lau Mulgap I dan Kelurahan Tambak Lau Mulgap II. Serta
mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
1) sebelah
Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
2) sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe
3) sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat
4) sebelah
Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiga Panah
Kecamatan
Berastagi terletak di daerah dataran tinggi dengan ketinggian 375 m dari
permukaan laut dan suhu maksimumnya adalah 22º Celcius sedangkan suhu minimum
adalah 16º Celcius. Topografi Kecamatan Berastagi datar sampai dengan berombak
65%, berombak sampai dengan berbukit 22%, berbukit sampai dengan bergunung 13%
dengan tingkat kesuburan tanahnya sedang sampai dengan tinggi didukung lagi
dengan curah hujan rata-rata 2.100 sampai dengan 3.200 mm pertahun.
Keadaan
ini menjadikan daerah Berastagi sangat baik sebagai daerah pertanian. Seluruh
daerah pertanian yang terdapat di Berastagi digunakan dengan seefektif mungkin.
Luas keseluruhan daerah Kecamatan Berastagi adalah 3050 Ha, yang terdiri dari
areal pemukiman penduduk, perladangan/persawahan, pariwisata, bangunan umum,
dan lain lain.
Pada
umumnya mata pencaharian utama masyarakat Berastgai adalah bertani. Hal ini
disebabkan lahan pertanian yang sangat subur, sehingga sebagian besar penduduk
Kecamatan Berastagi bekerja sebagai petani khususnya bagi mereka yang tinggal
dan memiliki lahan pertanian di daerah pedesaan, seperti di Desa Doulu, Desa
Sempa Jaya, Desa Rumah Berastagi, Desa Raya dan Desa Guru Singa. Hal ini
terjadi mengingat bahwa di daerah pedesaan tersebut sebagian besar masih berupa
lahan-lahan pertanian sehingga sangat mendukung bagi para penduduk untuk
mengusahakannya dengan menanami tanaman-tanaman pertanian atau bertani.
Sementara bagi daerah-daerah di Kecamatan Berastagi khususnya yang telah
merupakan daerah-daerah kelurahan dan dekat dengan pusat pemerintahan kecamatan
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pedagang ataupun pengusaha baik
besar maupun kecil, pengrajin/industri kecil, buruh industri dan bangunan,
sopir, Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI, pegawai swasta, pensiunan,dan
sebagainya.
2.
Pertanian
Jeruk Di Brastagi
a.
Jeruk
Brastagi
Jeruk
Brastagi merupakan hasil yang terbersar dari Kab. Karo. Jeruk Brastagi tidak
hanya dipasarkan di daerah, dalam negeri tetapi juga sudah di expor keluar
negeri karena rasanya yang manis dan segar. Kualitas Jeruk Brastagi tidak
diragukan lagi, karena ditanam dengan perawatan yang continue dengan
orang-orang yang berpengalaman dibidang pertanian khususnya penanaman Jeruk.
Gambar 1.
Pertanian jeruk Brastagi
Jeruk ini banyak
dijumpai di Desa Bukit, Kecamatan Brastagi, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera
Utara. Rasa buahnya manis menyegarkan dan mengandung banyak air.
Keistimewaannya, buahnya tidak memiliki biji. Seandainya ada biji, tidak
sebanyak jeruk keprok lain, paling banyak hanya dua biji. Buahnya berbentuk
bulat pendek. Biasanya dalam setiap kilogram berisi 6-7 buah. Oleh karena itu
dapat dipastikan jeruk ini agak besar, bobot rata-rata 145-165 g per buah.
Warna kulit buahnya ketika muda hijau muda sampai hijau tua dan setelah matang
berubah menjadi kuning cerah. Daging buahnya berwarna kuning. Jeruk keprok
tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi antara 2-8 m. Umumnya tanaman
ini tidak berduri. Batangnya bulat atau setengah bulat dan memiliki percabangan
yang banyak dengan tajuk sangat rindang. Dahannya kecil dan letaknya berpencar
tidak beraturan. Daunnya berbentuk bulat telur memanjang, elips, atau lanset
dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing seperti tombak. Permukaan atas daun
berwarna hijau tua mengilat, sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun
4-8 cm dan lebar 1,5-4 cm. Tangkai daunnya bersayap sangat sempit sehingga bisa
dikatakan tidak bersayap.
Berkat
kulitnya yang mudah dikupas dan rasanya yang khas, yang bervariasi dari asam
melulu pada beberapa kultivar sampai sangat manis pada beberapa kultivar lain,
sebagian besar jeruk keprok dimakan segar. Segmen-segmen buah dikalengkan dan
sari buahnya diekstrak dari buah jeruk keprok ini. Pektin dan minyak atsiri
diambil dart kulit buah, yang di Indonesia dijadikan bahan rujak.
Tabel
1. Tabel Produksi Buah-buahan dirinci Menurut Jenisnya, Tahun 2010
No
|
Jenis Buah-Buahan
|
Produksi (Kw)
|
1
|
Alpokat
|
150
|
2
|
Anggur
|
320
|
3
|
Kesemak
|
50
|
4
|
Jeruk
|
40
|
Sumber
: Kantor Kecamatan Berastagi
Gambar
2.Peneliti dengan Camat Brastagi
Berdasarkan tabel diatas maka dapat
terlihat bahwa produksi jeruk di Brastagi adalah yang paling rendah jika
dibanding buah alpokat, anggur, dan
kesemak yaitu sebanyak 40 kuintal. Ini terjaid karena banyaknya serangan hama
ayng menyerang tanaman jeruk patani.
b.
Syarat Tumbuh Dan Tata Cara Pemeliharaannya
Jeruk dapat tumbuh di sembarang tempat. Namun, tanaman ini akan
memberikan hasil optimum bila ditanam di lokasi yang sesuai. Suhu optimum yang
dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 25-30 C. Sedangkan sinar
matahari harus penuh agar produksinya optimum. Tanah yang disukai tanaman jeruk
ialah jenis tanah gembur, porous, dan subur. Kedalaman air tanahnya tidak lebih
dari 1,5 m pada musim kemarau dan tidak boleh kurang dari 0,5 m pada musim
hujan. Tanah tidak boleh tergenang air karena akar akan mudah terserang
penyakit. Tanah yang baik untuk tanaman jeruk harus ber-pH 5-6. Curah hujannya
yang cocok berkisar antara 1.000-1.200 mm per tahun dengan kelembapan udara
50-85%.
Gambar 3. Pemilik pertanian jeruk
Pemeliharaan
tanaman jeruk
meliputi pembersihan tanaman dari lumut, benalu, dan gulma di sekitar tanaman,
serta penyemprotan hama dan penyakit. Bila gulma berupa alang-alang, tanah di
bawah tanaman perlu dicangkul hati-hati agar akar tidak rusak. Untuk mencegah
tumbuhnya gulma sebaiknya ditanam tanaman penutup tanah seperti Centrosema sp.,
Colopogonium sp., atau Mucuna sp. yang tahan kekeringan dan suhu rendah.
Pemangkasan dilakukan terhadap ranting yang sakit, kering, dan tunas air/tunas
liar. Pemangkasan cabang dilakukan pula untuk pembentukan pohon agar bercabang
banyak dan teratur sehingga terbentuk payung kanopi. Pertumbuhan cabang ranting
yang terlalu rapat juga perlu dipangkas agar sinar matahari merata menyinari
seluruh bagian tanaman. Cabang yang tidak mendapat sinar matahari umumnya hanya
berbunga sedikit. Tanaman yang hasil buahnya sudah rendah juga perlu dipangkas.
Tunas liar/tunas air yang sering tumbuh pada batang bawah harus cepat dibuang
karena dapat mematikan pohon jeruk.
Sebagai
jenis jeruk utama, jeruk keprok sering diserang penyakit, terutama oleh
kelompok virus menghijau. Kerugian pohon yang disebabkan oleh busuk akar
(Phytophthora spp.) merupakan masalah utama. Barangkali pohon jeruk ini karena
diperlemah oleh penyakit virus dan penyakit menghijau, maka toleransinya
terhadap busuk akar melemah.
Buah jeruk keprok sebaiknya dipotong dengan gunting, karena pemetikan
dengan tangan kosong seringkali menyebabkan sesobek kulit buah tertinggal di
pohon, terutama untuk kultivar-kultivar yang kulit buahnya mudah dikupas. Penanganan
pasca panen karena
kulit buahnya mudah terkelupas, buah jeruk keprok hendaknya ditangani dengan
hati-hati. Buah jeruk biasanya dikelompokkan menurut ukuran dan dipilah-pilah
menurut kualitas warna dan kulit buah. Buah yang telah dipilah-pilah,
masing-masing tidak lebih dari 20 kg dikemas dan disimpan/diangkut dalam kotak
kayu atau keranjang plastik. Pada suhu 10 C dan kelembapan 85-90%, buah jeruk
keprok dapat disimpan selama 4-5 minggu.
c.
Penjualan Komoditas Jeruk Di Brastagi
Komoditas jeruk asal Tanah Karo yang merupakan daerah sentra
pertanian hortikultura di sini memang belum mendapat minat dari pasar luar.
Padahal petani lokal mampu memproduksi jeruk berkualitas tinggi sesuai yang
diinginkan asal harga jual menguntungkan petani. Sampai saat ini jeruk Sumut masih dijual ke
pasar domestik seperti ke Medan, Pekan Baru, Batam dan Jakarta. Kalau dari
luar negeri permintaan ada saja, tapi produksi kita belum sesuai dengan yang
diinginkan pasar tersebut. Untuk kualitas produksi jeruk lokal, sebutnya,
belum sesuai yang diinginkan pasar ekspor seperti besar dan warna buah yang
tidak seragam atau jauh berbeda dengan produksi jeruk dari luar negeri. Ditambah
lagi, tanaman jeruk lokal masih mengenal musiman sehingga membuat produksi tidak
dapat berkontiniu.
Gambar 4. Pemasaran jeruk Berastagi
Tidak terlalu sulit untuk petani dalam menembus pasar luar atau
menghasilkan buah sesuai yang diinginkan pasar luar asalkan harga jual tinggi
dan pemasaran yang jelas. Karena, petani untuk mendapatkan produksi berkualitas
harus menambah modal sebesar 1,5 kali lipat dari biasanya yang mencapai Rp70
juta perhektar. Selain pengendalian serangan hama lalat buah ini, ia juga menyatakan,
tanaman jeruk yang sudah tua atau tidak berproduktif dengan usia rata-rata 20 hingga
25 tahun harus segera diremajakan. Karena sekitar 25 persen dari total luas
areal tanaman jeruk di Tanah Karo sekitar 2.000-an hektare sudah tidak
produktis sehingga produksi buah tidak maksimal. Adanya kerjasama dengan para penangkar benih jeruk
yang sudah dilakukan sejak satu tahun belakangan yang berbentuk fasilitasi pembinaan dari awal
tanam, panen hingga pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jeruk. Dengan
penggunaan bibit berkualitas dan pengendalian hama serta penyakit secara
terpadu, petani dapat melakukan kerja sama dengan eksportir buah sehingga jeruk
dapat dipasarkan ke luar negeri.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag)
Sumut Darwinsyah mengatakan, pemasaran jeruk lokal sudah menembus pasar
ekspor yakni ke Singapura dan Malaysia. Tetapi karena kualitas dan kuantitasnya
tidak sesuai dengan permintaan pasar Internasional maka petani belum bisa
memproduksi buah jeruk secara massal sesuai permintaan, tetapi jeruk hasil
olahan yang diekspor sudah banyak.
3.
Masalah
Dalam Pertanian Jeruk Di Berastagi
a.
Hama
Sardah Sembiring penangkar bibit
jeruk di Brastagi mengatakan sudah dua tahun, petani jeruk di Kecamatan
Brastagi, Tiga Panah, Barus Jahe dan Simpang Empat Kabupaten Karo mengalami
gagal panen, akibat bermacam hama menyerang tanaman, salah satunya serangan
hama lalat buah. Akibat serangan hama lalat buah, puluhan ton buah jeruk yang
sudah masa pembesaran dan siap panen, setiap hari berguguran dan bermacam racun
serangga maupun lem gethanol sudah digunakan para petani, namun hama itu tak
kunjung teratasi, Edi Sofyan selaku pendamping para petani menyatakan, selama
dua tahun serangan hama lalat buah, hingga puluhan juta rupiah petani mengalami
kerugian, bahkan biaya untuk anak-anak mereka bersekolah di perguruan tinggi
maupun mau masuk ke perguruan tinggi menjadi gagal karena faktor ekonomi mereka
semakin terpuruk, bahkan sudah banyak sertifikat tanah terbenam di bank.
Sardah Sembiring dan Darmin Pelawi,
petani jeruk memiliki kebun cukup luas sama-sama mengakui, sejak dua tahun
mereka yang rata-rata setiap panen mendapatkan 60 sampai 80 ton kini hanya
tinggal 8 sampai 9 ton, hingga untuk biaya pupuk dan racun hama tidak balik
modal. Namun, sejak kehadiran pupuk Bintang Tani yang di gunakan selama tiga
bulan sekali, biaya pemupukan sedikit berkurang dan hasil tanaman, terutama
pada buah jeruk sedikit meningkat.
Penurunan produksi tanaman jeruk
yang dirasakan petani Karo dalam beberapa tahun belakangan berkisar 30
hingga 60 persen, kini ditangulangi dengan cara memasang perekat dan
Metil Eugenol (Perekat atau lem) dibumbui manisan berwarna
kuning-orange, yang telah diberi racun. Seperti dilakukan petani Desa Raya
Kecamatan Berastagi, dipandu petugas Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pertanian
Berastagi, Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dan petugas
penyuluh lapangan (PPL) guna memasang perangkap secara serentak di
perladangan masing-masing, dengan tujuan meminimalkan serangan hama, khususnya
lalat buah menyerang tanaman jeruk petani.
Kegiatan
pengendalian hama lalat buah oleh penduduk Desa secara swadaya, sesuai dengan
keterangan disampaikan Kades Raya, Budiman Ketaren di sela–sela pemasangan
perangkap menjelaskan. Hal itu dilakukan petani atas kesadaran terhadap
penurunan hasil produksi komoditi jeruk, akibat gugur buah disebabkan
serangan hama lalat buah, dan hasil musyawarah warganya.
Penurunan produksi mencapai berkisar
30 hingga 60 persen beberapa tahun belakangan, diyakini tidak akan
terjadi lagi, dengan adanya penggunaan perekat dan Metil Eugenol. Perekat
atau lem dibumbui manisan berwarna kuning-orange telah ditaburi racun.
Dan dipastikan akan menurunkan jumlah polpulasi lalat buah di sekitar
perladangan petani.
Dengan berkurangnya hama ini,
pendapatan perkapita melalui tanaman jeruk akan mendongkrak perekonomian warga.
Metode ini kami targetkan dilakukan secara berkesinambungan. Karena jika tidak
berkelanjutan, maka hama akan muncul kembali. Kegiatan pengendalian
massal ini digelar, dilatar belakangi keluhan para petani yang
terus-menerus, merasa dirugiakan oleh hama lalat buah.
Ka.
UPT Pertanian Kec. Berastagi, Suherdi Tarigan, SP didampingi petugas
POPT Sehat Pinem SP, dan koordinator PPL Rawin Tarigan,
SP menjelaskan, pengendalian hama lalat buah melalui metode parangkap
dipastikan lebih efisien dibandingkan, dengan penggunaan pestisida
(penyemprotan) kimia. Namun metode tersebut, akan berfungsi efektif
apabila dilakukan petani secara serentak. Jika pemasangan perangkap secara
individu, maka lalat buah berada di perladangan lainnya akan tetap berkembang
biak. Kedepannya dipastikan akan menyerang areal jeruk memasang perangkap.
Pengunaan metode ini harus di gelar secara bersamaan. Oleh karena itu, kita
juga mengimbau petani agar serentak dan terus berkesinambungan dalam
menggunakan perangkap.
b. Modal
Modal petani jeruk Berastagi yang sedikit, membuat tidak dapat
bersaing dan menembus pasar ekspor. Selain itu, banyaknya serangan hama lalat
buah dan tidak seragamnya produksi jeruk membuat petani enggan mengembangkan
tanaman tersebut. Komoditas jeruk asal Tanah Karo yang merupakan daerah
sentra pertanian hortikultura di sini memang belum mendapat minat dari pasar
luar. Padahal petani lokal mampu memproduksi jeruk berkualitas tinggi sesuai
yang diinginkan asal harga jual menguntungkan petani.
Kepala
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Sumut Darwinsyah mengatakan,
pemasaran jeruk lokal sudah menembus pasar ekspor yakni ke Singapura dan
Malaysia. Tetapi kualitas dan kuantitasnya tidak sesuai dengan permintaan pasar
Internasional. Petani belum bisa memproduksi buah jeruk secara massal sesuai
permintaan, tetapi jeruk hasil olahan yang diekspor sudah banyak.Untuk kualitas
produksi jeruk lokal, belum sesuai yang diinginkan pasar ekspor seperti besar
dan warna buah yang tidak seragam atau jauh berbeda dengan produksi jeruk dari
luar negeri. Ditambah lagi, tanaman jeruk lokal masih mengenal musiman sehingga
membuat produksi tidak dapat berkontiniu. Serangan hama lalat buah membuat
buah jeruk tidak bagus dalam penampilan dan produksinya yang menurun. Di mana
serangan hama ini merupakan momok menakutkan untuk petani lokal, karena
pengendalian serangan tersebut membutuhkan biaya tinggi dan perhatian ekstra
dari awal tanam hingga pasca panen.
Sebenarnya
tidak terlalu sulit untuk petani dalam menembus pasar luar atau menghasilkan
buah sesuai yang diinginkan pasar luar asalkan harga jual tinggi dan pemasaran
yang jelas. Karena, petani untuk mendapatkan produksi berkualitas harus
menambah modal sebesar 1,5 kali lipat dari biasanya yang mencapai Rp70 juta
perhektar. Selain pengendalian serangan hama lalat buah ini, ia juga menyatakan,
tanaman jeruk yang sudah tua atau tidak berproduktif dengan usia rata-rata 20
hingga 25 tahun harus segera diremajakan. Karena sekitar 25 persen dari total
luas areal tanaman jeruk di Tanah Karo sekitar 2.000-an hektare sudah tidak
produktis sehingga produksi buah tidak maksimal. Untuk itu, telah dilakukan
kerjasama dengan para penangkar benih jeruk yang sudah dilakukan sejak satu
tahun belakangan. Kerja sama ini berbentuk fasilitasi pembinaan dari awal
tanam, panen hingga pengendalian hama dan penyakit pada tanaman jeruk. Dengan
penggunaan bibit berkualitas dan pengendalian hama serta penyakit secara
terpadu, petani dapat melakukan kerja sama dengan eksportir buah sehingga jeruk
dapat dipasarkan ke luar negeri.
c. Persaingan
dengan buah Impor
Buah asal Brastagi kian
terpojok oleh buah impor yang peredarannya membanjir pasar tradisional dan
modern di wilayah itu. Bisnis buah impor malah samapi ke pelosok dan pisnggiran
kota. Indikasinya buah asing ini bukan lagi dominasi pembeli berknatong tebal,
tapi juga orang biasa.
Sejak ada jeruk mpor masuk
hingga pedesaan, jeeruk hasil taninya gak laku lagi. Sehingga banyak sisa
dagangan jeruk yang busuk. Dulu harga jeruk brastagi di pasaran menjadi
primadona Indonesia yang harganya lebih mahal dari jeruk Cina, selisihnya
sekitar Rp1500 – 1800/kg.. Harga jeruk Brastagi saat ini Rp
7.000 perkg. Berdasarkan ungkapan
dari Asisten II bidang ekonomi dan pembangun Pemprov Sumut Djaili Azwar, dua
tahun terakhir SUMUT mengimpor 20.851 ton buah.
Jeruk
impor diyakini masih akan menyerbu pasar Indonesia akibat masih rendahnya
kualitas jeruk petani lokal. Apalagi sebagai negara pengimpor jeruk peringkat
dua di ASEAN, setelah Malaysia, Indonesia harus siap dengan gempuran jeruk Kino
asal Pakistan, yang pada tahun 2012 dipastikan akan melenggang bebas masuk ke
Indonesia setelah sebelumnya jeruk Mandarin yang menguasai pasar. Adanya
perdagangan bebas terbatas atau Preferential Trade Agreement (PTA) antara
Indonesia dengan Pakistan, mau tidak mau membuat persaingan perdagangan jeruk,
khususnya di Sumatera Utara semakin ketat.
Tawaran
untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk jeruk, termasuk
produk dari Kabupaten Karo, menurut Wakil Menteri Pertanian RI, Rusman
Heriawan, mungkin dilakukan dalam waktu dekat. Ia mengatakan tidak mudah
memberikan label SNI yang selama ini kebanyakan dipatenkan untuk produk
industri saja. Sebenarnya pihaknya tidak ingin terlalu campur tangan dengan keadaan komoditi
yang sudah masuk ke market. Tapi karena banyak importir yang menikmati bisnis
impor buah-buahan dan sayuran ini, memaksa pihaknya turun tangan mengatur
kembali persaingan.
Semua
perlu waktu. Sekarang memang deras sekali isu impor di Sumut. Sebenarnya publik
keliru, karena menganggap itu urusan pemerintah. Padahal seharusnya kita hanya
isu strategis. Kalau jeruk, selama mekanisme pasar berjalan ya tidak apa-apa.
Tapi karena sudah mengancam, kita akan lakukan pengetatan. Jangan sampai jeruk,
bawang merah, kentang, juga diimpor lah. Kasihan petani di Sumut. Pemberlakukan SNI wajib
ini tidak bisa secepatnya karena harus memacu kesiapan produk sejenis di dalam
negeri
DARI BERBAGAI SUMBER.......
kenapa pertanian jeruk di beras tagi lebih subur dari pada di asahan?
BalasHapusKarena jeruk menyukai iklim di dataran tinggi, pembentukan buah lebih besar dan lama karena suhunya rendah.
HapusSalam sejahtera bapak&ibu semuanya.
BalasHapusJeruk berastagi atau pada umumnya lebih dikenal dengan jeruk medan sangat segar dengan kwalitasnya,
Dari artikel yang sudah baca,saya berkeinginan membeli hasil hasil jeruk yang di tanam di kecamatan berastagi,untuk di pasarkan kembali.
Mohon di share contac person yang bisa di hubungi.,
Ini no saya yang bisa di hubungi 087887004825